Polemik Eksekusi Tambak Oso di Sidoarjo: Tim Hukum Tolak Klaim PN dan Soroti Cacat Prosedural

Tim hukum Miftahur Royan dan Elok Wahiba membantah klaim eksekusi Tambak Oso di Sidoarjo. Mereka menyoroti pelaksanaan yang dianggap cacat prosedural dan menimbulkan risiko konflik. Simak pernyataan lengkap dan dasar hukumnya.


Tim Hukum Tolak Eksekusi Tambak Oso, Klaim Pelaksanaan Tidak Sah

SIDOARJO – Sengketa lahan Tambak Oso di Kabupaten Sidoarjo kembali memanas. Tim kuasa hukum dari pihak pemilik lahan menyatakan penolakan tegas terhadap klaim pelaksanaan eksekusi yang dilakukan pada Rabu, 18 Juni 2025.

Menurut keterangan tertulis, pihak kuasa hukum menilai eksekusi tersebut tidak memenuhi unsur eksekusi nyata (riil) dan justru menyisakan banyak kejanggalan dalam proses pelaksanaannya.




Kronologis Pelaksanaan

Eksekusi dikabarkan dilaksanakan sekitar pukul 09.00 WIB, namun surat pemberitahuan baru diterima kurang dari 24 jam sebelumnya, tepatnya pada 17 Juni 2025 pukul 15.00 WIB. Selain waktu yang mendesak, lokasi pembacaan risalah eksekusi diduga dilakukan di area pinggir tol, bukan di objek sengketa secara langsung.

Pihak kuasa hukum juga melaporkan adanya dokumentasi foto pembacaan risalah di bahu jalan tol yang menunjukkan latar belakang pagar seng dan rambu jalan tol. Hal ini memunculkan keraguan bahwa eksekusi dilakukan secara tertutup dan tidak transparan.

Potensi Konflik dan Cacat Prosedur

Massa simpatisan yang berada di sekitar lokasi mempertahankan hak atas tanah dan mencegah akses masuk aparat ke lahan yang disengketakan. Ketegangan sempat meningkat sebelum akhirnya rombongan aparat mundur dari lokasi.

Dalam dokumen penolakan yang disampaikan kuasa hukum, dijelaskan bahwa lahan hingga saat ini masih dikuasai oleh pihak pemilik sah. Tidak ada aktivitas pengosongan atau perubahan fisik di area tambak, yang menguatkan klaim bahwa eksekusi belum pernah benar-benar dilakukan.

Dasar Kepemilikan Lahan

Kuasa hukum menyatakan bahwa kliennya memiliki tiga sertifikat sah atas lahan tambak tersebut. Sertifikat tersebut sebelumnya telah disengketakan, namun hasil putusan pengadilan menyatakan bahwa proses peralihan kepemilikan yang terjadi dilakukan secara melawan hukum.

Putusan hukum tersebut juga menyatakan bahwa sertifikat tersebut harus dikembalikan kepada pemilik asal, yakni Miftahur Royan dan Elok Wahiba atau ahli warisnya.


Pernyataan Penolakan Resmi

Tim hukum secara tegas menolak seluruh klaim yang menyebutkan bahwa eksekusi telah berhasil dilakukan. Mereka menyatakan bahwa eksekusi yang dilakukan tidak sah dan berpotensi menimbulkan persoalan hukum baru, termasuk potensi benturan antara massa dan pihak yang mengklaim objek lahan.

Mereka menyerukan kepada pihak-pihak terkait untuk menghentikan tindakan yang dianggap melanggar prosedur hukum, serta meminta perlindungan hukum terhadap kliennya yang hingga kini masih menguasai fisik objek sengketa.(B)

أحدث أقدم
sidoarjofile.com - Menguak Yang Tersembunyi